Kamis, 22 Januari 2009

PENGENALAN PROVINSI SULAWESI UTARA
Provinsi Sulawesi Utara terletak di ujung tanduk pulau Sulawesi.Sulawesi Utara memiliki ibukota yaitu Kota Manado. Provinsi ini memiliki 11 Kabupaten dan Kota yang terdiri dari :
1
Kabupaten Bolaang Mongondow
2
Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan
3
Kabupaten Bolaang Mongondow Timur
4
Kabupaten Bolaang Mongondow Utara
5
Kabupaten Kepulauan Sangihe
6
Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro
7
Kabupaten Kepulauan Talaud
8
Kabupaten Minahasa
9
Kabupaten Minahasa Selatan
10
Kabupaten Minahasa Tenggara
11
Kabupaten Minahasa Utara
12
Kota Bitung
13
Kota Kotamobagu
14
Kota Manado
15
Kota Tomohon
LETAK GEOGRAFIS
Propinsi Sulawesi Utara terletak di jazirah utara Pulau Sulawesi dan merupakan salah satu dari tiga propinsi di Indonesia yang terletak di sebelah utara garis khatulistiwa. Dua propinsi lainnya adalah Propinsi Sumatera Utara dan Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Dilihat dari letak geografis Sulawesi Utara terletak pada 0.300-4.300 Lintang Utara (LU) dan 1210-1270 Bujur Timur (BT).
Kedudukan jazirah membujur dari timur ke barat dengan daerah paling utara adalah Kepulauan Sangihe dan Talaud, dimana wilayah kepulauan ini berbatasan langsung dengan negara tetangga Filipina. Wilayah Propinsi Sulawesi Utara mempunyai batas-batas:Utara : Laut Sulawesi, Samudra Pasifik dan Republik FilipinaTimur : Laut MalukuSelatan : Teluk TominiBarat : Propinsi Gorontalo

BUDAYA
a

Rabu, 21 Januari 2009

Provinsi
Sulawesi Utara

Alamat:
Jl. 17 Agustus No. 69
Manado

Telepon:
(0431) 865559 ext. 176,179, 172

Fax:
(0431) 855950

Email:
kpde@sulut.go.id

Website:
www.sulut.go.id/


Home arrow Prov Sulawesi Utara



Sosial Budaya Provinsi Sulawesi Utara
04-01-2008
Penduduk Sulawesi Utara terdiri atas tiga kelompok etnis utama, masing-masing Suku Minahasa, Suku Sangihe dan Talaud, dan Suku Bolaang Mongondow, Masing-masing kelompok etnis terbagi pula subetnis yang memiliki bahasa, tradisi dan norma-norma kemasyarakatan yang khas. Inilah yang membuat bahasa di provinsi itu terbagi dalam Bahasa Minahasa ( Toulour, Tombulu, Tonsea, Tontemboan, Tonsawang, Ponosakan dan Batik); Bahasa Sangihe Talaud ( Sangie Besar, Siau, Talaud); dan Bahasa Bolaang Mongondow (Mongondow, Bolaang, Bintauna, Kaidipang). Namun demikian, Bahasa Indonesia digunakan dan dimengerti dengan baik oleh sebagian besar penduduk di sana.

Masyarakat Sulawesi Utara didominasi oleh Suku Minahasa (33,2%), diikuti Suku Sangir (19,8%), Suku Bolaang Mangondow (11,3%), Suku Gorontalo (7,4%) lalu Suku Totemboan (6,8%). Lagu daerah yang akrab mereka nyayikan adalah Sia Patokaan dan O Ina Ni Keke. Di Kota Manado dan sekitarnya, bahasa yang digunakan sehari-hari adalah Melayu Manado. Bahasa daerah Manado menyerupai Bahasa Indonesia tetapi dengan logat yang khas. Beberapa kata dalam dialek Manado berasal dari bahasa Belanda dan bahasa Portugis karena daerah ini dulu merupakan wilayah penjajahan Belanda dan Portugis.

Penduduk di Kota Manado terdiri atas berbagai latar belakang etnis maupun agama. Mayoritas penduduk berasal dari Suku Minahasa, menyusul Suku Sangihe Talaud, Suku Bolaang Mongondow, Suku Gorontalo dan masyarakat keturunan Tionghoa. Selain itu terdapat pula Suku Jawa, Batak, Arab, Maluku, Makasar dan sebagainya. Mayoritas penduduk disana beragama Kristen dan Katolik. Sejumlah besar gereja dapat ditemui di seantero kota. Meski demikian, masyarakat Manado terkenal sangat toleran, rukun, terbuka dan dinamis. Karenanya Kota Manado memiliki lingkungan sosial yang relatif kondusif dan dikenal sebagai salah satu kota yang relatif aman di Indonesia. Sewaktu negeri ini sedang rawan akibat goncangan politik tahun 1999 dan berbagai kerusuhan melanda kota-kota di Indonesia, Kota Manado dapat dikatakan relatif aman. Hal itu tercermin dari semboyan masyarakat disana, torang samua basudara (kita semua bersaudara).

Musik tradisional dari Kota Manado dan sekitarnya adalah kolintang. Alat musik ini dibuat dari sejumlah kayu yang berbeda-beda panjangnya sehingga menghasilkan nada-nada yang berbeda. Biasanya untuk memainkan sebuah lagu dibutuhkan sejumlah alat musik kolintang untuk menghasilkan kombinasi suara yang bagus.

Masyarakat Manado juga disebut “warga Kawanua”. Walaupun secara khusus Kawanua dinisbatkan kepada Suku Minahasa, secara umum penduduk Manado dapat disebut juga sebagai warga Kawanua. Dalam bahasa daerah Minahasa, “Kawanua” sering diartikan sebagai penduduk negeri atau “wanua-wanua” yang bersatu atau “Mina-Esa” (Orang Minahasa). Kata “Kawanua” diyakini berasal dari kata “Wanua”, yang dalam bahasa Melayu Tua (Proto Melayu) diartikan sebagai wilayah permukiman. Sementara dalam bahasa Minahasa, kata “Wanua” diartikan sebagai negeri atau desa.

UU Pornografi Dilarang di Sulut

MANADO- Penolakan terhadap Undang Undang Pornografi terus bergaung. Kemarin, perwakilan 45 lembaga yang diwakili Majelis Adat Minahasa (MAM), Persatuan Minahasa (PM), Yayasan Suara Nurani (YSN), Yayasan PEKA, Swara Parangpuang, LSM Walanda serta berbagai LSM lain membawa aspirasi melarang pemberlakuan UU Pornografi ke pimpinan DPRD Sulut.
“UUP ditolak seluruhnya karena bertentangan dengan berbagai instrumen HAM dan adat istiadat,” ujar Dr Bert A Supit. Menurutnya, DPR RI diskriminatif, melanggar UUD 1945, dan menyalahi prosedur pembuatan UU dalam pengesahan undang-undang tersebut. “Kami atas nama 45 lembaga melarang UU Pornografi berlaku di Sulut,” tandasnya.

Beberapa tokoh masyarakat mengungkapkan, adanya penghianatan elit terhadap komitmen yang disepakati para pendiri negeri ini. “Bukan kami yang melanggar kesepakatan bernegara, tetapi kelompok tertentu yang menunggangi DPR,” ungkap Teddy Kumaat, SE.

Didi Koleangan menyatakan, secara esensial UU Pornografi mencederai perjuangan Hak Asasi Manusia (HAM). Kehidupan normal bagi sebagian masyarakat akan dinilai sebagai kehidupan abnormal oleh masyarakat yang lain, bahkan melanggar hukum. Penyebabnya, adalah UU Pornografi.

Sandra Rondonuwu, STh, SH Koordinator Komunitas Berdiri Sejajar dari Minahasa Selatan mempertanyakan sikap wakil rakyat Sulut di DPR RI yang tidak memperjuangkan aspirasi masyarakat Sulut. “UU Pornografi telah menempatkan perempuan sebagai objek yang tidak punya pikiran, tidak punya perasaan, dan tidak punya kreasi. UU ini telah membatasi gerak dan perilaku perempuan dan bukan melindungi perempuan. Ini juga berpotensi menimbulkan kriminalitas perempuan,” tukas Jull Takaliuang aktivis yayasan Suara Nurani.

DPR Sulut merespon positif. Sebab, penolakan resmi yang disampaikan lalu saat masih RUU Potnografi. “Sekarang sudah undang-undang, jadi akan ditolak resmi oleh Deprov dan akan dibuat pansus,” tukas Didi mengutip statemen Benny Rhamdani dan Jus Tumurang.

KEBUDAYAAN MINAHASA DAN DAYAK KALIMANTAN

From desk Yessy Wenas 1



Untuk dapat melihat persamaan dan kedekatan seni dan budaya Minahasa dengan Dayak Kalimantan, maka kita harus mengambil data seni budaya Minahasa sekitar dua abad yang lalu. Ketika tahun 1850-an seni budaya dan organisasi adat mulai perlahan-lahan berubah menjadi seperti yang sekarang ini. Sedangkan seni budaya dan organisasi adat Suku Dayak Kalimantan sejak jaman tempo dulu tidak banyak berubah.



Tulisan-tulisan data persamaan seni budaya Minahasa dengan Dayak Kalimantan dapat kita temukan di buku terbitan jaman Hindia Belanda “Adat Recht Bundels” Serie M (Minahasa) 1919.



1. Bentuk rumah panjang dengan tangga dari SATU batang kayu, di huni banyak keluarga, di Minahasa di sebut Wale Wangko.

2. Keprajuritan Tradisional dan kelengkapannya topi dengan hiasan bulu dan paruh burung Enggang di Minahasa di sebut burung UAK. Baju perang dari kulit binatang, suku dayak menggunakan kulit harimau akar, minahasa memakai kulit sapi hutan anoa disebut Wa’teng. Kesamaan bentuk pedang yang melebar pada bagian ujungnya, Minahasa disebut SANTI. Kesamaan bentuk gerakan tari senjata tajam di Minahasa di sebut CAKALELE penarinya disebut Kawasaran, kesamaan bentuk perisai kayu di Minahasa disebut Kelung.

3. Kesamaan beberapa bentuk motif hias kain tenun, Minahasa menamakan motif TOLAI (ekor ikan) yang melingkar seperti ujung tanaman merambat atau taring babi rusa.

4. Upacara adat tertentu yang memerlukan kepala orang yang masih segar, serta upacara darah manusia yang di minahasa tempo dulu disebuit Mangelep, terakhir dilakukan di Tonsea lama tahun 1876.

5. Tarian adat yang berbentuk lingkaran dengan langkah lambat oleh penari pria dan wanita, di Minahasa di sebut Maengket Katuanan (Toutemboansche Teksten. J.AL T. Schwarz – 1907) --Penulis DR. Hetty Palm dalam bukunya ”Ancient Art of Minahasa” 1957 menganalisasecara ilmiah kesamaan adat dan kebudayaan Minahasa dengan Suku Dayak Kalimantan melalui cabang ilmu Ethnologi dan Ethnographi modern sekarang ini. Beberapa persamaan itu dapat ditemukan lagi;

6. Kesamaan bentuk alat musik tradisional Xylophone Kayu, di Minahasa bernama Tengtengan (Penthatonis) yang sekarang berubah jadi alat musik nada diatonis Kolintang Kayu.

7. Persamaan lagenda Buaya, di Minahasa disebut Dewa Koington (Ayah Rumambi).

8. Persamaan nama lokasi asal leluhur, Suku Dayak Kalimantan menyebutnya pegunungan Meratus,- Minahasa menyebutkan pegunungan Mahatus (Wulur Mahatus).

9. Suku Minahasa dan Suku Dayak Kalimantan termasuk Suku Melayu Tua Proto Melayu dengan ciri fisik,mata agak sipit, kulit kuning, rambut lurus, termasuk rumpun bahasa Austronesia menurut ahli anthrologi Australia Peter Bellwood.



Masyarakat adat Minahasa kehilangan pijakan ketika sekitar tahun 1900 an, dewan tua-tua adat yang dinamakan Potuosan diganti nama menjadi Komisi Adat. Di bawah aparat Residen Manado yang orang Belanda.



Kepala Walak menurut Adat dibawah koordinasi Dewan Tua-Tua Adat Potuosan. Kapala Walak punya tiga fungsi sebagai:

1. Ahkai Imbanua, Kepala Pemerintahan

2. Tona’as Wangko, Kepala Adat Kebiasaan

3. Tona’as Saka, Panglima Perang dalam situasi berperang



Setelah dewan adat Potu’osan dibubarkan Belanda maka struktur pemerintahan adat terguncang sampai pada akar-akarnya.

Kehilangan badan tertinggi pengawasan terlaksananya Hukum adat di masyarakat yang terdiri dari beberapa Subethnik dan anak suku, subethnik mayoritas dan sub ethnik minoritas.



Kehilangan badan tertinggi yang dapat menjelaskan, menganalisa, menguraikan apa maknanya dan artinya hukum adat yang merupakan warisan leluhur, bagaimana pelaksanaan hukum adat dalam dunia modern sekarang ini dalam bentuk transformasi hukum adat, bagaimana mempertahankan masyarakat hukum adat Minahasa agar tetap berkelanjutan keberadaannya.



Berbicara masalah Masyarakat Hukum Adat adalah sangat tepat orang Minahasa melakukan studi perbandingan melihat masyarakat hukum adat Dayak Kalimantan, yang pada jaman lampau punya banyak kesamaan.



Manado 10 Agustus 2007

Jessy Wenas.
TOMOHON

Seni dan budaya

Seni Tari yang ada di Tomohon sama dengan di Minahasa umumnya, antara lain:

  • Tari Katrili
  • Tari Maengket
  • Tari Pisok
  • Tari Kabasaran (Tari Perang)
Tarian Kabasaran, Pawai 17 Agustus 2006

Seni Musik yang ada di Tomohon antara lain:

  • Musik Bambu (Bahannya berasal dari bambu dan campuran jenis musik dari kuningan)
  • Musik Bia (berasal dari cangkang binatang laut)
  • Musik Kolintang (bahannya terbuat dari kayu yang dipotong berbilah kemudian diletakkan menutupi sebuah kotak persegi panjang dan kini mulai digalakkan kembali)

Pada tanggal 22 April 2006 bertempat di amfiteater milik Yayasan Masarang di Kelurahan Woloan I, oleh Pakasaan Tombulu (yakni suatu organisasi adat khusus berbahasa Tombulu yang meliputi Kecamatan Pineleng, Kecamatan Tombariri (Minahasa) dan Kota Tomohon) berhasil memindahkan satu buah waruga, yaitu makam leluhur suku Minahasa, yang diiringi berbagai tarian asli Minahasa. Tujuan dari pemindahan waruga ini adalah untuk mengumpulkan semua waruga yang masih tersebar di berbagai tempat di Tomohon ke sebuah kompleks pekuburan waruga yang berlokasi di sekitar amfiteater untuk tetap dipelihara dan dilestarikan.

Kolintang

Kolintang adalah alat musik khas daerah Sulawesi Utara.

Kolintang berasal dari Minahasa. Ia dibuat dari kayu lokal yang ringan namun kuat seperti telur, bandaran, wenang, kakinik kayu cempaka, dan yang mempunyai konstruksi fiber paralel.

Nama kolintang berasal dari suaranya: tong (nada rendah), ting (nada tinggi) dan tang (nada biasa). Dalam bahasa daerah, ajakan "Mari kita lakukan TONG TING TANG" adalah: " Mangemo kumolintang". Ajakan tersebut akhirnya berubah menjadi kata kolintang.

Beberapa group terkenal seperti Kadoodan, Tamporok, Mawenang yang sudah eksis lebih dari 35 tahun.


Prosesi Upacara Perkawinan di Pelaminan


Pernikahan di Tondano
Penelitian prosesi upacara perkawinan adat dilakukan oleh Yayasan Kebudayaan Minahasa Jakarta pimpinan Ny. M. Tengker-Rombot di tahun 1986 di Minahasa. Wilayah yang diteliti adalah Tonsea, Tombulu, Tondano dan Tontemboan oleh Alfred Sundah, Jessy Wenas, Bert Supit, dan Dof Runturambi. Ternyata keempat wilayah sub-etnis tersebut mengenal upacara Pinang, upacara Tawa’ang dan minum dari mangkuk bambu (kower). Sedangkan upacara membelah kayu bakar hanya dikenal oleh sub-etnis Tombulu dan Tontemboan. Tondano mengenal upacara membelah setengah tiang jengkal kayu Lawang dan Tonsea-Maumbi mengenal upacara membelah Kelapa.

Setelah kedua pengantin duduk di pelaminan, maka upacara adat dimulai dengan memanjatkan doa oleh Walian disebut Sumempung (Tombulu) atau Sumambo (Tontemboan). Kemudian dilakukan upacara "Pinang Tatenge’en". Kemudian dilakukan upacara Tawa’ang dimana kedua mempelai memegang setangkai pohon Tawa’ang megucapkan ikrar dan janji. Acara berikutnya adalah membelah kayu bakar, simbol sandang pangan. Tontemboan membelah tiga potong kayu bakar, Tombulu membelah dua. Selanjutnya kedua pengantin makan sedikit nasi dan ikan, kemudian minum dan tempat minum terbuat dari ruas bambu muda yang masih hijau. Sesudah itu, meja upacara adat yang tersedia didepan pengantin diangkat dari pentas pelaminan. Seluruh rombongan adat mohon diri meniggalkan pentas upacara. Nyanyian-nyanyian oleh rombongan adat dinamakan Tambahan (Tonsea), Zumant (Tombulu) yakni lagu dalam bahasa daerah.

Bahasa upacara adat perkawinan yang digunakan, berbentuk sastra bahasa sub-etnis Tombulu, Tontemboan yang termasuk bahasa halus yang penuh perumpamaan nasehat. Prosesi perkawinan adat versi Tombulu menggunakan penari Kabasaran sebagai anak buah Walian (pemimpin Upacara adat perkawinan). Hal ini disebabkan karena penari Kabasaran di wilayah sub-etinis lainnya di Minahasa, belum berkembang seperti halnya di wilayah Tombulu. Pemimpin prosesi upacara adat perkawinan bebas melakukan improvisasi bahasa upacara adat. Tapi simbolisasi benda upacara, seperti : Sirih-pinang, Pohon Tawa’ang dan tempat minum dari ruas bambu tetap sama maknanya.

Sulawesi Utara

Sulawesi Utara
Lambang Sulawesi Utara
Lambang Sulawesi Utara
"Si Tou Timou Tumou Tou"
(Bahasa Minahasa: "Manusia hidup untuk menghidupi/mendidik/menjadi berkat orang lain")
Berkas:Locator sulut final.png
Peta lokasi Sulawesi Utara
Koordinat
Dasar hukum UU 13/1964
Tanggal penting 14 Agustus 1959 (hari jadi)
Ibu kota Manado
Gubernur Drs. Sinyo H. Sarundayang
Luas 15.364,08 km²
Penduduk 2.199.117 (2008)
Kepadatan
Kabupaten 9
Kodya/Kota 4
Kecamatan 100
Kelurahan/Desa 1.196
Suku Suku Minahasa (40%), Suku Sangir (19,8%), Suku Bolaang Mongondow (11,3%), Suku Gorontalo (7,4%),
Agama Protestan (65%), Islam (28,4%), Katolik (6%), Lainnya (0,6%)
Bahasa Bahasa Indonesia
Zona waktu WITA(GMT+08:00)
Lagu Daerah Si Patokaan, O Ina Keke
Singkatan {{{singkatan}}}

Situs web resmi: www.sulut.go.id



Budaya

Bahasa digunakan sebagai bahasa sehari-hari di Manado dan wilayah sekitarnya disebut bahasa Melayu Manado. Bahasa daerah Manado menyerupai bahasa Indonesia tetapi dengan logat yang khas. Beberapa kata dalam dialek Manado berasal dari bahasa Belanda dan bahasa Portugis karena daerah ini dahulunya merupakan wilayah penjajahan Belanda dan Portugis.

Penduduk di kota Manado terdiri dari berbagai latar belakang etnik maupun agamanya. Mayoritas penduduk berasal dari suku Minahasa, menyusul suku Sangihe Talaud, suku Bolaang Mongondow, suku Gorontalo dan suku Tionghoa. Selain itu terdapat pula penduduk suku Jawa, suku Batak, suku Arab, suku Maluku, suku Makassar dan sebagainya. Agama yang dianut adalah Kristen Protestan, Islam, Katolik, Budha dan Hindu. Mayoritas penduduk kota adalah pemeluk agama Kristen atau Katolik. Hal itu jelas dapat dilihat dari banyaknya gereja-gereja di seantero kota. Meski begitu heteroginnya, namun masyarakat Manado sangat menghargai sikap hidup toleran, rukun, terbuka dan dinamis. Karenanya kota Manado memiliki lingkungan sosial yang relatif kondusif dan dikenal sebagai salah satu kota yang relatif aman di Indonesia. Sewaktu Indonesia sedang rawan-rawannya dikarenakan goncangan politik sekitar tahun 1999 dan berbagai kerusuhan melanda kota-kota di Indonesia. Kota Manado dapat dikatakan relatif aman. Hal itu tercermin dari semboyan masyarakat Manado yaitu Torang samua basudara yang artinya "Kita semua bersaudara".

Secara umum, kehidupan di Kota Manado sama dengan kota-kota besar lainnya di Indonesia. Pusat kota terdapat di Jalan Sam Ratulangi, yang banyak dibangun pusat-puast pembelanjaan yang terletak di sepanjang jalur utara-selatan, yang juga dikenal dengan tempat yang memiliki restoran-restoran terkenal di Manado. Akhir-akhir ini Manado terkenal dengan makin menjamurnya mal-mal dan restoran-restoran yang dibangun di sepanjang pantai yang memanfaatkan pemandangannya yang indah di saat menjelangnya matahari terbenam.

Tidak jauh dari pusat kota terdapat Pasar 45, yang menyediakan barang-barang berupa kain, souvenir seperti keranjang, ukiran kayu, cross-stitched fabrics yang berasal dari pulau Sangir dan Talaud. Pasar ikan Kuala Jengki, berada di didepan sepanjang danau yang membagi dua kota, merupakan tempat yang bagus untuk mengambil foto bernuansa atmosfer. Musium Provinsi di Jalan Maengket memiliki koleksi artifak-artifak yang menarik. Kota Manado juga memiliki sebuah lokasi untuk balapan kuda yang terletak di Ranomuut Race Track, di sebelah timur kota, menuju ke bawah kota. Tempat ini biasanya digunakan untuk balap kuda, kereta kuda/bendi dan kereta yang ditarik dengan kerbau. Kota Manado juga memiliki lapangan golf di daerah Kayuwatu yang dikelilingi oleh pohon-pohon kelapa.

Musik tradisional dari Kota Manado dan sekitarnya dikenal dengan nama musik Kolintang. Alat musik Kolintang dibuat dari sejumlah kayu yang berbeda-beda panjangnya sehingga menghasilkan nada-nada yang berbeda. Biasanya untuk memainkan sebuah lagu dibutuhkan sejumlah alat musik kolintang untuk menghasilkan kombinasi suara yang bagus.

[sunting] Kawanua

Masyarakat Manado juga disebut dengan istilah "warga Kawanua". Walaupun secara khusus Kawanua diartikan kepada suku Minahasa, tetapi secara umum penduduk Manado dapat disebut juga sebagai warga Kawanua. Dalam bahasa daerah Minahasa, "Kawanua" sering diartikan sebagai penduduk negeri atau "wanua-wanua" yang bersatu atau "Mina-Esa" (Orang Minahasa). Kata "Kawanua" diyakini berasal dari kata "Wanua". Kata "Wanua" dalam bahasa Melayu Tua (Proto Melayu), diartikan sebagai wilayah pemukiman. Sementara dalam bahasa Minahasa, kata "Wanua" diartikan sebagai negeri atau desa.



Makanan khas

Tinutuan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Langsung ke: navigasi, cari
Tinutuan

Tinutuan atau Bubur Manado adalah makanan khas Indonesia dari daerah Sulawesi Utara. Makanan ini terbuat dari beras, jagung, air, garam, ubi merah, labu kuning, singkong, bayam, kangkung, daun serai, kunyit, daun bawang dan kemangi. Makanan ini biasanya disajikan dengan ikan jambal asin goreng, tahu, tempe dan sambal terasi.

Tinutuan sendiri artinya semrawut atau campur aduk dalam bahasa daerah. Ini dikarenakan karena bubur ini dibuat dari berbagai macam bahan. Tetapi juga karena itu bubur Manado ini mengandung banyak gizi dan serat yang baik untuk pencernaan dan kesehatan. Bubur ini biasa disajikan untuk sarapan pagi.

Tinutuan sangatlah terkenal di Manado, Sulawesi Utara sehingga kota ini juga mendapat nama julukan kota Tinutuan.

Makanan khas dari Kota Manado antara lain, tinutuan (bubur Manado) yang terdiri dari berbagai macam sayuran, cakalang fufu yaitu ikan cakalang yang diasapi, ikan roa, paniki (masakan dari kelelawar) dan rw (er-we) yaitu masakan dari daging anjing, Babi putar (1 ekor babi dibakar dengan cara diputar di atas bara api), biasanya dihidangkan di pesta-pesta, Babi isi Bulu (Terbuat dari daging babi yang diramu dengan bumbu-bumbu khas manado dan dibakar didalam bambu). Terdapat juga minuman khas dari daerah Manado dan sekitarnya yaitu "saguer" yaitu sejenis arak atau tuak yang berasal dari pohon enau. Saguer ini memiliki kandungan alkohol, Cap tikus (minuman beralkohol tinggi, dari proses fermentasi).

Makanan khas kota Manado lainnya yang juga cukup terkenal adalah nasi kuning yang cita rasa dan penyajiannya berbeda dengan nasi kuning di daerah lain. Selain itu ada juga masakan kepala ikan kakap bakar.

Untuk makanan ringan, Manado juga punya makanan khas sejenis asinan yaitu gohu dan es kacang. Gohu dibuat dari irisan pepaya atau ketimun yang direndam dalam larutan asam cuka, gula, garam dan cabe. Selain itu ada juga kue seperti lalampa (lemper berisi ikan cakalang (tuna) yang diisi dalam segumpalan beras ketan dan dibungkus dengan daun pisang lalu dibakar), panada, apang, kolombeng, panekuk, biapong (babi, wijen, "unti" (terbuat dari kelapa)).



Geografi

Foto Manado dari udara

Kota Manado terletak di ujung jazirah utara pulau Sulawesi, pada posisi geografis 124°40' - 124°50' BT dan 1°30' - 1°40' LU. Iklim di kota ini adalah iklim tropis dengan suhu rata-rata 24° - 27° C. Curah hujan rata-rata 3.187 mm/tahun dengan iklim terkering di sekitar bulan Agustus dan terbasah pada bulan Januari. Intensitas penyinaran matahari rata-rata 53% dan kelembaban nisbi ±84 %.

Luas wilayah daratan adalah 15.726 hektar. Manado juga merupakan kota pantai yang memiliki garis pantai sepanjang 18,7 kilometer. Kota ini juga dikelilingi oleh perbukitan dan barisan pegunungan. Wilayah daratannya didominasi oleh kawasan berbukit dengan sebagian dataran rendah di daerah pantai. Interval ketinggian dataran antara 0-40 % dengan puncak tertinggi di gunung Tumpa.

Wilayah perairan Kota Manado meliputi pulau Bunaken, pulau Siladen dan pulau Manado Tua. Pulau Bunaken dan Siladen memiliki topografi yang bergelombang dengan puncak setinggi 200 meter. Sedangkan pulau Manado Tua adalah pulau gunung dengan ketinggian ± 750 meter.

Sementara itu perairan teluk Manado memiliki kedalaman 2-5 meter di pesisir pantai sampai 2.000 meter pada garis batas pertemuan pesisir dasar lereng benua. Kedalaman ini menjadi semacam penghalang sehingga sampai saat ini intensitas kerusakan Taman Nasional Bunaken relatif rendah.

Kota Manado berbatasan dengan Kabupaten Minahasa dan Selat Mantehage di sebelah Utara, dengan Kabupaten Minahasa di sebelah Timur, dengan Kabupaten Minahasa di sebelah Selatan dan dengan Teluk Manado di sebelah Barat. Jarak dari kota Manado ke Tondano adalah 28 km, ke Bitung 45 km dan ke Amurang 58 km.